Ruang Narasi
SINDIKASI TJOKRO CORNER
Tjokroisme: Monoteisme Dialektika Historis
Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator - H.O.S. Tjokroaminoto

Kaderisasi sebagai Inti Perjuangan: Mengatasi Stagnasi Struktural dalam Sarekat Islam Indonesia


TJOKROCORNER, OPINI -
Dalam setiap gerakan perjuangan, kaderisasi adalah elemen utama yang menentukan keberlanjutan dan efektivitas organisasi. Tanpa kaderisasi yang kuat, sebuah gerakan hanya akan menjadi arus sesaat yang kehilangan daya dorongnya dalam menghadapi tantangan zaman. 

Sarekat Islam Indonesia (SII), sebagai salah satu organisasi dengan sejarah panjang dalam perjuangan Islam dan keadilan sosial, menghadapi tantangan besar dalam menjaga kesinambungan kader dan mengatasi stagnasi struktural yang menghambat kemajuannya.

Pentingnya Kaderisasi dalam Gerakan Perjuangan

Kaderisasi bukan sekadar proses regenerasi kepemimpinan, tetapi juga transformasi ideologi, pemikiran, dan strategi perjuangan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam sejarah pergerakan Islam dan nasionalisme, organisasi yang mampu bertahan dan berkembang adalah mereka yang memiliki sistem kaderisasi yang jelas, terstruktur, dan mampu mencetak pemimpin-pemimpin baru yang siap melanjutkan perjuangan.

Di SII, kaderisasi seharusnya menjadi tulang punggung dalam mewujudkan cita-cita perjuangan Islam yang membela kaum mustadh'afin (tertindas). Tanpa kaderisasi yang berkelanjutan, perjuangan hanya akan menjadi slogan kosong yang kehilangan daya mobilisasi di tingkat akar rumput.

Stagnasi Struktural dan Dampaknya terhadap Kaderisasi

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh SII saat ini adalah stagnasi struktural. Banyak organisasi, termasuk SII, mengalami kondisi di mana struktur kepemimpinan cenderung mandek, kurang dinamis, dan tidak mampu merespons perubahan zaman. 

Akibatnya, kader-kader muda sering kali kehilangan ruang untuk berkembang, sementara kepemimpinan lama enggan memberikan kesempatan bagi regenerasi yang sehat.

Stagnasi ini bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain:

Pertama, Sentralisasi Kepemimpinan. Struktur yang terlalu kaku dan bergantung pada figur-figur tertentu menyebabkan kaderisasi terhambat. Tanpa mekanisme regenerasi yang jelas, organisasi akan kehilangan momentum untuk terus bergerak maju.

Kedua, Minimnya Rekrutmen dan Pembinaan. Jika tidak ada upaya sistematis dalam merekrut dan membina kader, maka dalam jangka panjang, organisasi akan kekurangan sumber daya manusia yang siap memimpin perjuangan.

Ketiga, Ketidaksinkronan antara Ideologi dan Realitas. Banyak organisasi Islam memiliki visi besar dalam membangun peradaban Islam, tetapi gagal dalam menerjemahkannya ke dalam langkah-langkah konkret yang menarik bagi generasi muda.

Keempat, Kurangnya Adaptasi terhadap Perubahan Sosial. Dunia terus berubah, dan organisasi yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, media, dan dinamika sosial akan semakin kehilangan relevansi di mata generasi baru.

Strategi Mengatasi Stagnasi dan Menghidupkan Kembali Kaderisasi

Untuk mengatasi masalah ini, SII perlu melakukan langkah-langkah strategis yang dapat menghidupkan kembali kaderisasi sebagai inti perjuangan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

Pertama, Desentralisasi dan Pembaruan Kepemimpinan. Struktur organisasi harus lebih fleksibel dan memberikan ruang bagi kader-kader muda untuk mengambil peran yang lebih aktif. Ini bisa dilakukan dengan sistem kaderisasi yang memberikan jalur kepemimpinan yang jelas.

Kedua, Membangun Sistem Kaderisasi yang Berkelanjutan. Kaderisasi harus dirancang sebagai proses yang sistematis, mulai dari perekrutan, pembinaan ideologi, penguatan kapasitas kepemimpinan, hingga keterlibatan langsung dalam perjuangan di lapangan.

Ketiga, Memanfaatkan Teknologi dan Media Digital. Generasi muda saat ini lebih dekat dengan dunia digital. SII perlu memanfaatkan media sosial, platform digital, dan teknologi komunikasi untuk menjangkau kader potensial serta menyebarkan gagasan perjuangan dengan lebih efektif.

Keempat, Memperkuat Basis Massa dan Aksi Nyata. Kaderisasi tidak hanya sebatas diskusi dan pelatihan, tetapi juga harus diwujudkan dalam gerakan nyata yang menyentuh persoalan masyarakat, seperti advokasi hak buruh, pemberdayaan ekonomi umat, dan gerakan sosial lainnya.

Kelima, Membangun Budaya Organisasi yang Dinamis. Perubahan hanya bisa terjadi jika ada budaya organisasi yang mendukung kreativitas, inovasi, dan inisiatif kader muda dalam merumuskan strategi perjuangan.

Kaderisasi adalah inti dari perjuangan dan kelangsungan hidup sebuah organisasi. Tanpa kaderisasi yang berkelanjutan, SII berisiko mengalami kemunduran dan kehilangan relevansi dalam percaturan gerakan Islam dan sosial di Indonesia. 

Oleh karena itu, mengatasi stagnasi struktural bukan hanya tentang memperbarui kepemimpinan, tetapi juga memastikan bahwa proses kaderisasi berjalan efektif, dinamis, dan sesuai dengan tantangan zaman.

Jika SII ingin kembali menjadi kekuatan yang diperhitungkan dalam perjuangan umat, maka sudah saatnya kaderisasi diletakkan sebagai prioritas utama, bukan sekadar retorika. Sebab, tanpa kader, tidak ada perjuangan yang bisa terus berlanjut.

Wallahu'alam

Tulisan ini ditorehkan oleh Ardinal Bandaro Putiah, tokoh muda pergerakan Syarikat Islam Indonesia.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Syarikat Islam Indonesia | Pemuda Muslimin Indonesia | KasmanPost
Copyright © 2025 - TJOKRO CORNER - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger