Ruang Narasi
SINDIKASI TJOKRO CORNER
Tjokroisme: Monoteisme Dialektika Historis
Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator - H.O.S. Tjokroaminoto

Surutnya Eksistensi Ormas Besutan HOS Tjokroaminoto: Benarkah Mereka Masih Berjuang Mewujudkan Cita-Cita Jang Oetama?


TJOKROCORNER, OPINI -
Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto, atau yang dikenal sebagai Sang Jang Oetama, adalah salah satu bapak pendiri bangsa yang memiliki visi besar tentang Islam, nasionalisme, dan keadilan sosial. Melalui Sarekat Islam (SI), ia membangun gerakan yang tidak hanya berfokus pada perdagangan umat Islam, tetapi juga menjadi alat perjuangan politik dan sosial.

Namun, seiring perjalanan waktu, organisasi-organisasi yang lahir dari rahim Sarekat Islam tampak mengalami kemunduran. Jika dulu Sarekat Islam menjadi salah satu kekuatan politik terbesar di Nusantara, kini keberadaan ormas-ormas penerusnya seperti Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Pemuda Muslimin Indonesia, dan berbagai organisasi yang mengaku sebagai pewaris perjuangan SI semakin redup dalam percaturan politik nasional.

Lantas, apakah organisasi-organisasi ini masih setia pada cita-cita HOS Tjokroaminoto? Ataukah mereka telah kehilangan relevansi dalam perkembangan zaman?

Sarekat Islam: Dari Kebangkitan Menuju Perpecahan

1. Lahirnya Sarekat Islam dan Perjuangan Awal

Sarekat Islam awalnya didirikan oleh Haji Samanhudi pada 1905 sebagai Sarekat Dagang Islam (SDI) untuk melindungi pedagang pribumi dari tekanan ekonomi kolonial dan persaingan dengan pedagang asing. Di bawah kepemimpinan Tjokroaminoto, organisasi ini berkembang menjadi gerakan massa yang lebih luas dan berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada 1912.

Perjuangan SI tidak hanya berfokus pada ekonomi umat, tetapi juga mencakup politik, sosial, dan pendidikan. SI memperjuangkan nasionalisme, persatuan Islam, dan keadilan sosial, menjadikannya salah satu organisasi modern pertama yang menantang kolonialisme dengan strategi politik terbuka.

2. Perpecahan Internal dan Kemunduran SI

Seiring dengan bertambahnya anggota dan pengaruh, Sarekat Islam mengalami perpecahan: SI Merah (Komunis) vs. SI Putih (Islam Nasionalis).

Pada 1920-an, terjadi infiltrasi ideologi komunis dalam tubuh SI, yang kemudian menyebabkan perpecahan. Kelompok SI yang tetap berpegang pada prinsip Islam nasionalis dipimpin oleh Tjokroaminoto dan menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).

Tekanan dari Kolonial dan Orde Baru

Sejak zaman kolonial hingga Orde Baru, PSII dan ormas-ormas turunannya semakin kehilangan kekuatan politiknya. Pada era Soeharto, organisasi Islam yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah ditekan dan dipinggirkan, termasuk warisan politik SI.

Akibat berbagai faktor tersebut, peran politik dan sosial SI semakin redup, dan hingga kini organisasi-organisasi yang lahir dari SI sulit bangkit kembali sebagai kekuatan utama.

Faktor-Faktor Surutnya Eksistensi Ormas Penerus SI

Beberapa faktor utama yang menyebabkan kemunduran eksistensi ormas-ormas warisan HOS Tjokroaminoto antara lain:

1. Perubahan Lanskap Politik

Di era kolonial, Sarekat Islam berkembang karena kebutuhan akan perlawanan terhadap penjajahan. Namun setelah kemerdekaan, lanskap politik berubah drastis. Dominasi partai-partai besar seperti PNI, Masyumi, dan kemudian Golkar membuat organisasi semacam PSII kehilangan pengaruh politiknya.

Di era reformasi, ketika politik semakin pragmatis dan berbasis kapital, organisasi yang masih mengusung cita-cita sosialisme Islam ala Tjokroaminoto semakin kehilangan daya tarik di mata publik.

2. Kurangnya Regenerasi dan Adaptasi

Ormas penerus SI tampak gagal melakukan regenerasi yang efektif. Mereka masih membawa narasi perjuangan lama tanpa menyesuaikan diri dengan tantangan zaman modern. Sementara organisasi Islam lain seperti NU dan Muhammadiyah sukses membangun jaringan pendidikan, ekonomi, dan sosial yang kuat, ormas penerus SI justru tertinggal dalam hal pengembangan institusi yang bisa memperkuat basis massanya.

3. Tidak Konsisten dalam Basis Massa dan Gerakan

Sarekat Islam dahulu memiliki basis massa yang jelas: pedagang, buruh, dan ulama progresif. Kini, organisasi penerusnya tidak memiliki basis yang kuat. Beberapa cenderung hanya menjadi organisasi seremonial tanpa gerakan yang konkret, sementara yang lain terjebak dalam politik praktis tanpa kekuatan riil di akar rumput.

4. Persaingan dengan Ormas Islam Lain

Di Indonesia, organisasi seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan Al Irsyad telah berkembang dengan sistem yang lebih kuat. Mereka memiliki sekolah, rumah sakit, dan basis ekonomi yang solid. Sementara itu, ormas-ormas penerus SI belum berhasil membangun ekosistem yang dapat menopang keberlangsungan gerakannya secara mandiri.

Apakah Mereka Masih Berjuang Mewujudkan Cita-Cita Tjokroaminoto?

Cita-cita Tjokroaminoto mencakup persatuan umat Islam, keadilan sosial, dan kebangkitan ekonomi rakyat. Jika kita melihat kondisi saat ini, sulit untuk mengatakan bahwa ormas penerus SI masih berjuang secara efektif untuk mewujudkan cita-cita ini.

Namun, pemikiran Tjokroaminoto sebenarnya masih sangat relevan dengan tantangan zaman, seperti kesenjangan ekonomi, dominasi oligarki, dan ketidakadilan sosial. Masalahnya, tidak ada strategi yang jelas dari ormas-ormas penerus SI untuk mengaplikasikan gagasan tersebut dalam realitas politik dan ekonomi modern.

Agar dapat kembali menjadi kekuatan yang diperhitungkan, organisasi-organisasi ini harus melakukan langkah-langkah strategis seperti:

1. Mengkontekstualisasikan Pemikiran Tjokroaminoto

Menyesuaikan gagasan Islam progresif dan sosialisme Islam dengan realitas global saat ini, seperti kapitalisme digital dan ketimpangan ekonomi.

2. Membangun Basis Massa dan Ekosistem Sendiri

Mengembangkan organisasi berbasis pendidikan, ekonomi, dan pemberdayaan masyarakat agar tidak sekadar menjadi organisasi diskusi.

3. Mengembangkan Strategi Politik yang Relevan

Tidak hanya menjadi organisasi pelengkap dalam dunia politik, tetapi benar-benar menawarkan solusi kebangsaan yang konkret.

Surutnya eksistensi ormas-ormas penerus HOS Tjokroaminoto bukan sekadar akibat perubahan zaman, tetapi juga karena kegagalan internal mereka dalam melakukan adaptasi dan regenerasi.

Jika dibandingkan dengan organisasi Islam besar lainnya, mereka masih jauh tertinggal dalam aspek pembangunan basis massa, ekonomi, dan jaringan sosial.

Namun, pemikiran Tjokroaminoto tentang persatuan Islam, sosialisme religius, dan keadilan sosial tetap relevan untuk masa kini. Tantangannya adalah bagaimana organisasi-organisasi ini bisa menghidupkan kembali gagasan tersebut dalam bentuk yang lebih konkret dan sesuai dengan kebutuhan zaman.

Jika ormas-ormas ini masih ingin menjadi bagian dari perjuangan Islam di Indonesia, mereka harus berani berubah, keluar dari romantisme sejarah, dan menghadirkan gerakan yang nyata bagi umat.

Seperti pesan Tjokroaminoto: "Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat." Organisasi penerusnya perlu menafsirkan ulang pesan ini agar bisa bangkit kembali menjadi kekuatan yang diperhitungkan di Indonesia.

Tulisan ini dipersembahkan oleh Fajrul Huda, Direktur Forum Kajian Kritis Haji Agus Salim.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Syarikat Islam Indonesia | Pemuda Muslimin Indonesia | KasmanPost
Copyright © 2025 - TJOKRO CORNER - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger