TJOKROCORNER, OPINI - Indonesia telah merdeka secara politik sejak 1945, namun pertanyaan besar yang masih menggantung adalah: apakah bangsa ini telah mencapai kemerdekaan sejati? Ketimpangan ekonomi, ketergantungan pada sistem kapitalisme global, serta lemahnya kedaulatan rakyat menunjukkan bahwa kemerdekaan yang dimaksud dalam cita-cita bangsa masih jauh dari kenyataan. Dalam kondisi ini, gagasan Tjokroisme yang lahir dari pemikiran Haji Samanhudi dan berkembang pesat di tangan H.O.S. Tjokroaminoto menjadi relevan sebagai alternatif ideologi menuju kemerdekaan sejati.
Hakikat Kemerdekaan dalam Pandangan Tjokroaminoto
H.O.S. Tjokroaminoto tidak hanya memimpin Sarekat Islam (SI) sebagai organisasi perlawanan terhadap kolonialisme, tetapi juga meletakkan dasar pemikiran yang mendalam tentang makna kemerdekaan. Menurutnya, kemerdekaan tidak cukup hanya dalam bentuk lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga harus mencakup:
1. Kemerdekaan Politik
Pemerintahan harus benar-benar berdaulat tanpa campur tangan asing, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Kemerdekaan Ekonomi
Rakyat harus terbebas dari eksploitasi kapitalisme dan memiliki kemandirian ekonomi berbasis koperasi dan usaha bersama.
3. Kemerdekaan Sosial
Hubungan antara individu dan kelompok dalam masyarakat harus didasarkan pada nilai persaudaraan dan keadilan sosial, bukan sekadar relasi kuasa yang timpang.
4. Kemerdekaan Spiritual
Bangsa ini harus memiliki identitas ideologis dan moral yang kuat, berakar pada Islam sebagai pedoman nilai dan etika sosial.
Dengan demikian, kemerdekaan sejati dalam perspektif Tjokroaminoto adalah kondisi di mana bangsa ini mampu berdiri di atas kaki sendiri, mandiri secara ekonomi, kuat secara politik, dan berkepribadian dalam budaya serta ideologi.
Tjokroisme sebagai Ideologi Alternatif
Tjokroisme dapat dipahami sebagai pemikiran yang mengintegrasikan Islam, sosialisme, dan nasionalisme dalam satu kesatuan gerakan menuju masyarakat yang lebih adil dan sejahtera. Ada tiga pilar utama yang menjadi inti Tjokroisme sebagai ideologi alternatif:
1. Islam sebagai Landasan Nilai
Islam dalam Tjokroisme bukan sekadar agama dalam pengertian ritual, tetapi juga sebagai sumber nilai sosial, ekonomi, dan politik. Dalam buku Islam dan Sosialisme, Tjokroaminoto menjelaskan bahwa Islam telah lama menawarkan sistem sosial yang lebih adil dibanding kapitalisme yang eksploitatif maupun komunisme yang anti-agama.
Islam menekankan konsep ukhuwah (persaudaraan), 'adl (keadilan), dan maslahah (kemaslahatan umum), yang jika diterapkan dalam sistem kenegaraan, akan melahirkan keadilan sosial tanpa menindas hak individu.
2. Sosialisme sebagai Sistem Ekonomi
Salah satu kritik utama Tjokroaminoto terhadap kapitalisme adalah sistem ini cenderung menguntungkan segelintir elite dan menindas mayoritas rakyat kecil. Oleh karena itu, ia menawarkan sosialisme Islam, yaitu sistem ekonomi berbasis gotong royong yang mengutamakan kepemilikan bersama atas sumber daya utama, tetapi tetap menghormati hak individu untuk bekerja dan berusaha.
Model ekonomi ini menolak eksploitasi buruh oleh majikan tanpa menghilangkan hak individu untuk mendapatkan keuntungan yang adil. Koperasi dan usaha bersama menjadi bentuk nyata dari sosialisme Islam ini.
3. Nasionalisme yang Berorientasi pada Kemandirian Bangsa
Nasionalisme dalam Tjokroisme tidak bersifat chauvinistik atau menutup diri dari dunia luar, tetapi menekankan pada kemandirian dan harga diri bangsa. Tjokroaminoto mengajarkan bahwa sebuah bangsa yang bergantung pada kekuatan asing dalam politik maupun ekonomi tidak bisa disebut benar-benar merdeka.
Ia menolak sistem kapitalisme kolonial yang menjadikan pribumi hanya sebagai pekerja dan konsumen, serta menentang ideologi feodalisme yang menghambat kemajuan rakyat. Oleh karena itu, kemerdekaan harus diperjuangkan dalam bentuk kemandirian ekonomi, produksi lokal, dan pendidikan berbasis karakter kebangsaan.
Mengapa Tjokroisme Relevan Saat Ini?
Di tengah krisis globalisasi, di mana negara-negara berkembang masih terjebak dalam utang luar negeri, ketergantungan impor, serta lemahnya daya saing industri lokal, gagasan Tjokroisme menjadi semakin relevan.
1. Menjawab Kesenjangan Ekonomi
Kapitalisme neoliberal telah menciptakan ketimpangan yang sangat besar antara elite dan rakyat. Dengan kembali pada prinsip ekonomi berbasis koperasi dan usaha bersama, rakyat bisa lebih mandiri dan tidak bergantung pada korporasi besar.
2. Mencegah Neokolonialisme
Saat ini, penjajahan tidak lagi dalam bentuk senjata, tetapi melalui ekonomi dan budaya. Negara yang tidak mandiri secara ekonomi akan selalu dikendalikan oleh kepentingan asing.
3. Meneguhkan Identitas Ideologi Bangsa
Bangsa ini tidak bisa terus-menerus mengadopsi sistem ideologi impor, baik kapitalisme Barat maupun sosialisme-komunisme. Tjokroisme menawarkan jalan tengah berbasis nilai Islam dan kearifan lokal.
Tjokroisme bukan sekadar sejarah, tetapi sebuah gagasan besar yang masih relevan untuk diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika Indonesia ingin mencapai kemerdekaan sejati, maka harus ada upaya serius untuk menerapkan nilai-nilai Islam dalam sistem ekonomi, memperkuat kemandirian bangsa, serta membangun sistem politik yang lebih adil dan berdaulat.
Kita tidak bisa selamanya bergantung pada sistem ekonomi global yang eksploitatif atau terus-menerus mengadopsi sistem politik yang menguntungkan oligarki. Saatnya kembali kepada warisan pemikiran besar para pendiri bangsa, dan Tjokroisme adalah salah satu warisan yang patut dikembangkan lebih jauh.
Kemerdekaan sejati bukan hanya soal terbebas dari penjajahan fisik, tetapi juga tentang berdikari secara ekonomi, politik, dan budaya. Inilah cita-cita yang diperjuangkan H.O.S. Tjokroaminoto dan inilah yang harus kita lanjutkan.
Tulisan ini ditorehkan oleh Ardinal Bandaro Putiah, tokoh muda pergerakan Syarikat Islam Indonesia
Posting Komentar