Ruang Narasi
SINDIKASI TJOKRO CORNER
Tjokroisme: Monoteisme Dialektika Historis
Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator - H.O.S. Tjokroaminoto

Fiqh Mustadh’afin: Mustadh’afin dan Kekuasaan


TJOKROISME - OPINI
, “Dan kami hendak memberi karunia kepada mustadhafin di bumi dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisinya, dan akan kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi….” (QS. al-Qashash: 5)

Ayat ini secara tersurat mengaitkan antara konsep mustadh'afin dengan kekuasaan. Hal ini mengandung arti berkaitan dengan golongan mustadh'afin yang tertindas secara ideologi – politik Islam dalam suatu kawasan tertentu oleh rezim penguasa yang melakukan penindasan terhadap hak menjalankan Islam untuk keadilan sosial dan rahmatan lil alamin

Mereka yang menindas, dan berkuasa, disebut Al Quran sebagai Mala' (penguasa atau aristokrasi) (Q.S. Hud [11]:27, 38; Al-Mu'minun [23]: 24,33; Al-Syu'ara [26]; 34), Mutrafun (yang hidup mewah), (Q.S. Saba' [34]: 34; Al-Zukhruf [43]: 23), dan Mustakbirun (yang sombong atau takabur) (Q.S. Al-Nahl [16]: 22; Al Mu'minun [23]: 67; Luqman [31]:7).

Kelompok mustadh'afin ini secara kuantitas pada awalnya berjumlah sedikit saja. Namun, setelah hijrah ke Madinah dan memperoleh perlindungan teritorial, maka secara bertahap kekuatan yang sedikit itu bertambah-tambah kekuatannya menjadi kian membesar. 

Dan ingatlah (hai para muhajirin) ketika kamu masih berjumlah sedikit, lagi tertindas di muka bumi (Mekah), kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki dari yang baik-baik agar kamu bersyukur.” (Al Anfal : 26)

Merujuk ayat ini, jelas bahwa mustadh'afin akan memperoleh kekuasaan secara de facto dan de jure atas wilayah Madinah dan Mekah. Suatu wilayah yang merupakan simbol wilayah berdirinya Negara (Islam) Madinah dan menghadapi Negara (Kafir Harbi) Mekah. Yang pada akhirnya, Mekah dapat ditaklukan dan dimerdekakan dari sistem kekuasaan jahiliyah kepada sistem wahyu Islam.

Definisi 

Dhu’afa dan mustadh’afin sebenarnya memiliki akar kata yang sama yaitu berasal dari kata dha’if yang berarti lemah. Dhu’afa sendiri berkedudukan sebagai isim jamak dari dha’if, sedangkan mustadh’afin menempati posisi sebagai maf’ul dari kata dasar istadh’afa. Sehingga secara etimologi, makna dhu’afa adalah orang-orang yang lemah, sedangkan mustadh’afin adalah orang-orang yang dilemahkan.

Ar-Raghib Al-Isfahani dalam Al-Mufrodat Alfaadh Al-Qur’an mengklasifikan dha’if di dalam Al-Quran menjadi tiga kelompok. Pertama, dha’if fi jism yaitu mereka yang lemah secara fisik. Kedua, dha’if fil aqli, yaitu mereka yang lemah secara intelektual. Kemudian yang terakhir dha’if fil hali yakni mereka yang lemah dalam keadaan sosial dan ekonomi.

Ayat-ayat yang merujuk pada topik pembelaan terhadap dhu’afa dan mustadh’afin di dalam Al-Quran terdapat dalam 13 ayat dalam 5 surat. Ayat-ayat tersebut, ditekankan secara gamblang karena menyebut langsung dengan lafadz mustadh’afin, salah satunya dalam surah An-Nisa’ ayat 75. 

Teguran terhadap orang-orang tertentu, dalam al Quran seperti ayat berikut ini: 

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki - laki, wanita - wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!” Surat An-Nisa Ayat 75

Mereka yang tidak mau membela mustadh'afin secara politik dan ekonomi padahal mereka itu memiliki otoritas maupun kemampuan secara pribadi, hanya saja mereka sudah hidup dalam zona nyaman dan belum memperoleh hidayah-Nya untuk menerima Islam secara kaffah, nyatanya tidak menyurutkan semangat kaum mustadh'afin beriman.  

Penafsiran secara konteks baku perihal yang dimaksud mustadh’afin adalah orang-orang yang dibuang oleh orang kafir Mekah yang sangat kuat sebagaimana yang dipaparkan oleh Fakhruddin Ar-Razi dalam kitab tafsirnya Mafatih al-Ghayb

Namun, jika definisi dhu’afa dan mustadh’afin diperluas, maka pada era hari ini yang termasuk dalam istilah kata tersebut adalah mereka yang lemah, teraniaya, tertindas, dan yang dilemahkan oleh sistem jahiliyah modern (kapitalisme).

UNPO, Organisasi Bangsa dan Masyarakat yang Tidak Terwakili 

UNPO (Unrepresented Nations and Peoples Organization) didirikan pada 11 Februari 1991 di Den Haag, Belanda. Salah-satu tokoh pendirinya adalah Hasan Tiro (GAM) dan Edita Tahiri (Kosovo) misalnya mencatat banyak komunitas tertindas dan terpinggirkan yang tengah berjuang memerpoleh hak politiknya. Termasuk di dalamnya GAM Aceh, Azerbaijan Selatan, RMS, Republik Tiongkok, Turkistan Timur, dan Tibet. 

Di Indonesia, dalam sejarah perjuangan Umat Islam Bangsa Indonesia, elit mustadh’afin tertindas di antaranya adalah pejuang-mujahid MASJOEMI, PSII, dan NII (DI/TII) yang terus melakukan transformasi perjuangnnya sebagai bagian dari perintah al Quran. Wallahu a'lam.

Kuliah Dhuha - Ramadhan ke-15, 15 Maret 2025.

Tulisan ini ditorehkan oleh Nunu A. Hamijaya, seorang sejarawan masa depan.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Syarikat Islam Indonesia | Pemuda Muslimin Indonesia | KasmanPost
Copyright © 2025 - TJOKRO CORNER - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger