Dalam sejarah Islam di Indonesia, Haji Oemar Said (H.O.S.) Tjokroaminoto muncul sebagai pemikir besar yang mengembangkan gagasan Islam yang progresif dan revolusioner.
Sebagai tokoh Sarekat Islam (SI), ia tidak hanya memperjuangkan hak-hak kaum pribumi terhadap kolonialisme, tetapi juga menawarkan visi Islam yang kritis terhadap feodalisme, kapitalisme, dan imperialisme.
Tulisan ini akan mengkaji secara mendalam pemikiran Islam H.O.S. Tjokroaminoto, mencakup kritiknya terhadap sistem sosial-politik yang tidak adil, konsep Islam sebagai ideologi perjuangan, serta relevansinya dalam dunia kontemporer.
1. Islam sebagai Ideologi Pembebasan
Tjokroaminoto memandang Islam bukan sekadar agama yang mengatur ibadah, tetapi sebagai sebuah sistem yang mampu membebaskan manusia dari belenggu penjajahan, baik fisik maupun mental.
Baginya, Islam adalah agama perjuangan yang harus diwujudkan dalam bentuk konkret dalam kehidupan sosial dan politik.
Baca juga: Tjokroisme, Ideologi Menuju Kemerdekaan Sejati
Dalam tulisannya Islam dan Sosialisme (1924), ia menegaskan bahwa Islam mengandung prinsip keadilan sosial yang lebih unggul dibanding kapitalisme Barat yang menindas serta sosialisme materialistik yang tidak memiliki landasan spiritual.
Islam harus menjadi panduan bagi masyarakat dalam membangun keadilan dan persaudaraan, bukan sekadar dogma kosong yang hanya digunakan untuk kepentingan elite agama dan politik.
Menurut Tjokroaminoto, Islam mengajarkan konsep persamaan derajat manusia (al-musāwah), yang bertentangan dengan sistem feodalisme dan kolonialisme yang menciptakan ketimpangan sosial.
Prinsip al-‘adl (keadilan) dalam Islam juga menjadi dasar bagi perjuangan melawan eksploitasi ekonomi oleh kaum kapitalis, baik pribumi maupun asing.
2. Kritik terhadap Feodalisme dan Kapitalisme
Sebagai pemimpin Sarekat Islam, Tjokroaminoto menyaksikan langsung bagaimana feodalisme di kalangan pribumi justru menjadi alat bagi kolonialisme untuk mempertahankan kekuasaannya.
Ia mengkritik keras para priyayi yang bersekutu dengan Belanda dan hanya mementingkan kepentingan pribadi, sementara rakyat menderita dalam kemiskinan dan ketidakadilan.
Selain feodalisme, ia juga mengkritik kapitalisme yang hanya menguntungkan segelintir orang. Ia menentang praktik monopoli ekonomi oleh penjajah serta kapitalis asing yang mengeksploitasi sumber daya dan tenaga kerja pribumi tanpa memberikan kesejahteraan yang adil.
Baca juga: Meneroka Pikiran Kyai Kiri Haji Misbach
Ia mengajukan konsep syirkah (kemitraan ekonomi Islam) sebagai alternatif terhadap kapitalisme yang eksploitatif.
Sikapnya terhadap kapitalisme juga bisa dilihat dalam perjuangannya membangun koperasi dan sistem ekonomi berbasis masyarakat.
Ia percaya bahwa kesejahteraan rakyat hanya bisa dicapai jika umat Islam memiliki kemandirian ekonomi yang bebas dari sistem yang menindas.
3. Islam dan Demokrasi: Kritik terhadap Sistem Politik Otoriter
Tjokroaminoto juga memberikan kritik terhadap sistem politik yang otoriter dan tidak memberikan ruang bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
Dalam pemikirannya, Islam adalah agama yang demokratis dan menekankan konsep syura (musyawarah) sebagai landasan politik yang ideal.
Baginya, pemimpin harus bertanggung jawab kepada rakyat dan bukan bertindak sebagai penguasa absolut yang hanya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri.
Ia menentang sistem pemerintahan yang mengekang kebebasan rakyat dan menolak segala bentuk tirani, baik yang dilakukan oleh penguasa kolonial maupun elite pribumi yang korup.
Ia mengajarkan bahwa umat Islam harus terlibat aktif dalam politik, bukan hanya sebagai objek yang dikendalikan oleh penguasa, tetapi sebagai subjek yang menentukan arah bangsa.
Ia menolak gagasan bahwa Islam hanya berbicara tentang moral dan spiritual, sementara urusan politik dan pemerintahan diserahkan kepada kelompok sekuler.
4. Pendidikan sebagai Kunci Kesadaran Islam
Salah satu aspek penting dalam pemikiran kritis Islam Tjokroaminoto adalah pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk membangun kesadaran umat.
Ia percaya bahwa kebodohan adalah alat utama yang digunakan oleh penjajah untuk mempertahankan kekuasaan mereka.
Oleh karena itu, umat Islam harus membangun sistem pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan modern, ekonomi, dan politik.
Ia mendirikan sekolah-sekolah yang mengajarkan Islam progresif dan nasionalisme sebagai bentuk perlawanan terhadap sistem pendidikan kolonial yang hanya melahirkan tenaga kerja untuk kepentingan imperialisme.
Murid-muridnya, seperti Soekarno dan Semaoen, menjadi bukti bagaimana pendidikan Islam yang kritis dapat melahirkan pemimpin-pemimpin besar yang mampu membawa perubahan sosial.
Tjokroaminoto menekankan bahwa pendidikan Islam harus bersifat inklusif dan membangun daya kritis masyarakat.
Ia menentang pemikiran konservatif yang hanya menjadikan Islam sebagai ritual tanpa pemahaman mendalam tentang realitas sosial.
5. Relevansi Pemikiran Tjokroaminoto dalam Konteks Kontemporer
Pemikiran kritis Islam yang dikembangkan oleh Tjokroaminoto masih sangat relevan dalam menghadapi tantangan dunia modern.
Saat ini, umat Islam masih dihadapkan pada masalah ketimpangan ekonomi, eksploitasi kapitalisme global, dan krisis kepemimpinan yang korup.
Konsep Islam sebagai ideologi perjuangan dapat menjadi inspirasi bagi gerakan sosial yang ingin menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan demokrasi yang lebih partisipatif.
Baca juga: Implementasi Persaudaraan Dalam Perspektif Pemikiran Tjokroaminoto
Kritiknya terhadap kapitalisme dan feodalisme juga relevan dalam menghadapi neoliberalisme yang semakin memperlebar kesenjangan sosial di banyak negara Muslim.
Di era globalisasi, pendidikan Islam yang kritis seperti yang dikembangkan oleh Tjokroaminoto juga menjadi kunci dalam membangun kesadaran umat.
Umat Islam perlu kembali menghidupkan semangat intelektualisme dan aktivisme Islam yang tidak hanya berbicara tentang hukum halal dan haram, tetapi juga tentang bagaimana Islam dapat memberikan solusi konkret bagi permasalahan sosial, ekonomi, dan politik.
H.O.S. Tjokroaminoto adalah salah satu pemikir besar Islam di Indonesia yang menawarkan visi Islam sebagai sistem pembebasan dari penindasan.
Pemikirannya mencakup kritik terhadap feodalisme, kapitalisme, dan sistem politik otoriter, serta menekankan pentingnya pendidikan dan ekonomi yang berbasis Islam.
Dalam konteks kontemporer, gagasan-gagasannya masih sangat relevan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan ketidakadilan struktural.
Islam tidak boleh hanya dipahami sebagai agama yang mengatur urusan pribadi, tetapi juga harus menjadi alat perjuangan dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan demokratis.
Sebagai pewaris pemikirannya, kita memiliki tanggung jawab untuk menghidupkan kembali semangat Islam yang kritis, progresif, dan revolusioner demi menciptakan perubahan sosial yang lebih baik.
Tulisan ini ditorehkan oleh Ardinal Bandaro Putiah, tokoh muda pergerakan Syarikat Islam Indonesia
Posting Komentar