Ruang Narasi
SINDIKASI TJOKRO CORNER
Tjokroisme: Monoteisme Dialektika Historis
Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator - H.O.S. Tjokroaminoto

Makna 'Kutiba': Konsekuensi Hukum Dalam Pemerintahan Islam


TJOKROCORNER, ESAI
- Di Indonesia, menjelang shaum ramadhan, sibuk berbenah. Terutama menetapkan kapan waktu tibanya. Ulama dan pemerintah berebut jatah. Padahal, wajibnya itu ditetapkan khalifah. 

Ramai-ramailah membentuk panitia zakat fitrah dan sedekah. Bersuka-cita menyambut hari raya-nya. Kaya miskin bertemu bawa sajadah.

Mengapa perintah shaum berbunyi kutiba yang artinya ketetapan hukum yang dikeluarkan pemerintah? Sedangkan banyak kutiba lain yang juga sama pentingnya, diabaikan pemerintah dan juga para ulama? 

Ada perintah wajib, seperti berperang, berqishas, dan berwasiat

Ulama menjelaskan bahwa bentuk pasif kutiba itu dipilih karena berupa kewajiban yang ditetapkannya bersifat memberatkan manusia

Dalam al Quran surah Al Baqarah ayat 216 dinyatakan, bagaimana perang menjadi sesuatu yang diwajibkan dan pada saat yang sama dinyatakan memberatkan manusia.

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah suatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Q.S. 02:216).

Kewajiban dan ketetapan untuk berperang di jalan Allah (jihad fii sabilillah bi makna qital), juga penetapan hukum qishas (hukum jinayah) sesuatu yang dibenci manusia, karena dipersepsikan menyakitkan, menakutkan, tidak berperikemanusiaan. 

Bahkan, kepada gerakan Islam yang meyakini dan memperjuangkan Islam dengan cara-cara jihad dianggap pemberontakan, terorisme dan kekerasan yang tak sesuai dengan hak asasi manusia (HAM) .  

Mengapa kutiba tentang qital dan qishas ini tidak pernah ditetapkan pemerintahan Indonesia? Karena, Indonesia bukan pemerintahan Islam yang menjalankan syariat Islam sebagai landasan bernegaranya. 

Ingat, dalam sejarah bagaimana Resolusi Jihad November 1945, justru diserukan oleh ulama Hadratus Syeikh Hasyim Asy'ary, bukan oleh Presiden Soekarno yang menurut UUD’45 memiliki hak untuk menyatakan perang! 

Itulah logikanya, mengapa wajib memiliki pemerintah Islam sebagaimana dahulunya Nabi SAW memimpin Negara Madinah.  

Itulah pula yang diyakini dan diperjuangkan oleh H.O.S. Tjokroaminoto dalam Program Azas dan tadhim PSII (1931)

Kuliah Dhuha, 2 Ramadhan 1446 H/2 Maret 2025

Tulisan ini disajikan oleh Nunu A Hamijaya, Penulis buku Tetralogi Islam Bernegara & Negara Ummat.

Share this post :

Posting Komentar

 
Support : Syarikat Islam Indonesia | Pemuda Muslimin Indonesia | KasmanPost
Copyright © 2025 - TJOKRO CORNER - All Rights Reserved
Template by Cara Gampang Published by Cargam Template
Proudly powered by Blogger