TJOKROCORNER, ESAI - Mereka ini adalah tokoh-tokoh Sarekat Islam Bandung generasi awal, yaitu Suwandi Suryadiningrat, Abdoel Moeis, dan Daeng Kanduruan Ardiwinata, serta Haji Hasan Mustapa selaku Penasehat SI Bandung.
Salah seorang tokoh SI Bandung, yang kurang dikenalkan adalah A.H. Wignyadisastra. Padahal, beliau sebagai menak Sunda banyak berpengaruh pada perkembangan SI Bandung. Namun, tak banyak informasi tentang Wignyadisastra, dalam buku Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916, karya Hafidz Azhar yang terbit pada terbit 2021.
Padahal berdasarkan buku Ajip Rosidi yang berjudul Apa Siapa Orang Sunda, ternyata tokoh SI Bandung ini memiliki anak bungsu yang menjadi guru besar Ekonomi di Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, namanya Prof, Dr. Hj. Neneng Mulyamah Wingnyadisastra yang lahir pada 16 Maret 1924 (hal. 275).
Ia adalah pemimpin redaksi surat kabar Kaoem Muda – milik SI. Dalam Kaoem Moeda edisi 20 Maret 1915 bahwa A. H. Wignyadisastra dan kawan-kawan akan mendirikan sekolah partikelir, bernama Madrassatoel Ibtidayah.
Sekolah tersebut bagi anak-anak miskin dan anak-anak anggota Sarekat Islam. Madrassatoel Ibtidayah sendiri diambil dari bahasa Arab yang berarti sekolah permulaan, setara dengan sekolah dasar yang berasaskan agama Islam.
Rencananya, Madrassatoel Ibtidayah akan dibuka pada 1 April 1915, dengan bertempat di sebuah rumah di Jalan Andir yang masih didiami oleh seorang polisi bernama Braun. A. H. Wignyadisastra sebagai kepala sekolah sekaligus sebagai tenaga pengajar. Abdoel Moeis sebagai guru membaca, menulis, dan berhitung. Achmad sebagai guru agama Islam. P. M. Lambach sebagai pengajar bahasa Belanda.
Pengurus Madrassatoel Ibtidayah baru membuka pendaftaran tanggal 6 April 1915. Pada tanggal 12 April 1915, sekolah permulaan dibuka secara resmi. Sebagai ketua Sarekat Islam Bandung ketika itu, A. H. WIGNYADISASTRA ingin agar terbentuknya Madrassatoel Ibtidayah di Bandung bisa dipersatukan dengan sekolah agama Islam yang terdapat di daerah lain sehingga setiap sekolah berada dalam satu kepengurusan pusat dengan aturan dan dorongan yang jelas.
Pendirian Madrassatoel Ibridayah oleh pengurus Sarekat Islam Bandung memang ditujukan untuk kalangan miskin yang beragama Muslim. Namun, inisiatif ini tidak datang dengan sendirinya.
Gagasan mengenai sekolah agama Islam telah muncul lebih dulu di berbagai daerah. Seperti di Cianjur, Betawi, Jogja, Solo, Pekalongan, dan Surabaya.
Di Cianjur, madrasah sejenis telah lama didirikan yaitu Madrasah al I’anah (17 September 1912) oleh Tokoh SI Cianjur, K.H.R. Muhammad Noeh bin Idris, ayahanda K.H. Abdullah bin Noeh.
Kaum Cianjur, 03/04/2025
Tulisan ini ditorehkan oleh Nunu A Hamijaya, seorang sejarawan masa depan.
Posting Komentar